Sebelumnya telah di bahas leadership paradigm Mindset 1 dan 2 dan kita lanjutkan pembahasan selanjutnya.
Mindset 3 : Bukan Vertikal tetapi Horizontal
leadership paradigm – Seorang pemimpin milenial benar-benar membangun dan membina hubungan internal dan eksternal.
Ia piawai dalam mengajak orang untuk berkomitmen kepada suatu komunitas/organisasi. Pemimpin milenial akan melibatkan staf, pelanggan, pemasok, mitra, dan publik dalam kegiatan usaha mereka.
Ada banyak bisnis besar yang bisa kita jadikan contoh dalam melakukan kerja sama yang baik dengan pihak lain selama proses perkembangannya.
Starbucks mengajak para pelanggan merancang produk dan kopi baru. Bosch bekerja sama dengan LSM lokal untuk menyediakan penerangan di desa-desa Afrika.
Procter dan Gamble mengajak para periset dan orang lain di seluruh dunia untuk memecahkan masalah.
Aqua mengajak masyarakat dan konsumen untuk membangun saluran air di daerah kekeringan di Indonesia Timur.
Berjejaring bukan berarti berteman karib dengan karyawannya, tetapi hubungan karyawan dengan manajemen lebih kuat daripada organisasi konvensional.
Ada perasaan kekeluargaan dikarenakan banyaknya hubungan antar pribadi dan kepentingan bersama dalam mencapai goal organisasi di mana setiap karyawan diajak untuk ikut terlibat dalam proyek pengembangan produk, marketing, hingga strategi organisasi, dan mencari solusi bersama atas masalah yang dihadapi oleh organisasi.
Mindset 4 : Bukan Hierarki tetapi Jaringan
leadership paradigm – Sebagian besar manajer konvensional tidak bisa membayangkan struktur organisasi apa pun selain hierarki fungsional.
Struktur organisasi tersebut merupakan produk yang diciptakan satu abad lalu di mana mereka bekerja secara serentak pada waktu dan tempat yang sama dengan batasan struktural yang sangat jelas.
Sementara itu, sifat pekerjaan yang terjadi saat ini menjadi semakin kompleks di mana sebuah pekerjaan akan melibatkan banyak orang dan banyak divisi dalam organisasi. Bahkan berbagai divisi tersebut menjadi semakin terspesialisasi, terbagi menjadi beberapa kelompok koordinasi, rencana, dan sistem, di mana antara satu kelompok atau satu divisi harus bekerja dengan sinergisitas. Jika organisasi dibangun dengan hierarki maka proses menjadi sangat lambat dan sangat birokratis. Hal ini bertentangan dengan karakteristik era milenial yang serba cepat.
Pada tahun 1991 telah diperkenalkan istilah organisasi spageti, di mana orang-orang di dalamnya dan berbagai informasi bebas melintas tanpa batas.
Organisasi yang kolaboratif ini justru menjadi satu-satunya cara efektif untuk menangani dan memaksimalkan nilai. Cara kolaboratif ini menjadi lebih mudah dan murah. Organisasi pun menjadi lebih lincah dan responsif dalam memenuhi kebutuhan konsumen.
Organisasi spageti bisa dilihat dari cara kerja tim Twitter yang bermarkas di San Francisco. Mayoritas karyawannya bekerja di mana saja dengan platform kolaborasi maya.
Nah, jika organisasi konvensional bekerja secara serentak dan semua karyawannya harus tiba di kantor pada waktu dan tempat yang sama maka berbeda halnya dengan tim Twitter ini. Mereka bekerja dengan waktu yang tidak sama, jam masuk dan keluar yang tidak sama, dan bekerja tidak di tempat yang sama. Akan tetapi, tim Twitter mampu memberikan dampak global yang sangat besar pada manusia, organisasi, bahkan negara.
Mindset 5 : Bukan Senioritas tetapi Kapabilitas
Organisasi milenial mendahulukan kapabilitas, bukan senioritas. Dalam hal ini, para senior tidak akan dihormati sebagai orang yang lebih tua atau karena mereka bekerja lebih lama dalam organisasi.
Namun sebaliknya, mereka dihargai dan dihormati karena mereka mampu membuktikan bahwa mereka memiliki kapabilitas dibandingkan yang lainnya.
Seorang pemimpin di organisasi milenial akan sangat menghargai mereka yang masih muda dan memiliki kapabilitas ketimbang menghargai karena senioritas.
Senioritas hanya bicara usia dan lama bekerja, tetapi tidak menjamin bahwa mereka lebih cerdas daripada juniornya. Sebaliknya, para junior yang notabene merupakan para milenial bisa jadi lebih memahami cara kerja yang lebih efektif dan efisien di tempat kerja. Mereka juga bisa menemukan cara baru yang lebih inovatif dan sederhana.
Nah, jika Anda memimpin dengan lima mindset tersebut maka Anda akan lebih mudah mengelola tim.
Organisasi Anda akan menjadi organisasi yang menyenangkan bagi anggota tim, ide-ide yang membangun akan mengalir deras dalam organisasi Anda, nilai dan kultur organisasi akan memunculkan karakteristiknya, produktivitas akan semakin tinggi, dan setiap orang akan berkontribusi memberikan karya terbaiknya. Semuanya bermula dari diri Anda.
Mindset 6 : Bukan Apa tetapi Siapa
leadership paradigm – Mindset ini terinspirasi dari dua buku best seller, yakni Good to Great karya Jim Collins dan First, Break All The Rules karya Markus Buckingham dan Curt Coffman.
Jim Collins menyampaikan bahwa salah satu alasan organisasi berhasil membuat lompatan, padahal di sisi lain beberapa pesaing mengalami kegagalan adalah karena organisasi tersebut tidak hanya mengumpulkan tim yang tepat.
Namun poin utamanya yaitu mendapatkan orang yang tepat di dalam bus (dan mengusir orang yang salah dari dalam bus) sebelum Anda mencari tahu ke arah mana Anda harus membawa bus itu.
Poin penting kedua adalah kadar keketatan yang kuat (sheer rigor) di dalam keputusan mengenai tim (people decisions) guna membawa organisasi dari bagus menuju ke hebat.
Nah untuk menemukan orang yang tepat, Marcus Buckingham meneliti bahwa para manajer dunia tidak memilih tim berdasarkan knowledge skill dan attitude semata, tetapi kunci pertama yang mereka lakukan adalah mencari orang yang berpotensi/berbakat.
Memilih bakat adalah tanggung jawab utama dan terpenting yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin.
Jika tidak berhasil menemukan orang dengan bakat yang diperlukannya maka segala sesuatu yang ia lakukan untuk membantu mereka tumbuh akan menjadi sia-sia.
John Wooden, pelatih legendaris UCLA Bruin berkata “Betapa pun suksesnya Anda sebagai seorang pelatih, semuanya bersumber pada satu faktor yakni bakat.” Ada banyak pelatih hebat yang belum pernah Anda dengan di dunia bola basket, sepak bola, atau olahraga apa pun yang tidak mendapatkan pujian yang layak mereka terima hanya karena mereka tidak dikaruniai bakat. Walaupun tidak setiap pelatih bisa terus-menerus menang karena bakat, tetapi tidak ada pelatih yang dapat menang tanpa bakat.
Nah mengenai bakat, kita akan membahasnya pada chapter tersendiri, yakni talents management. Selanjutnya, mari kita mulai merancang tim untuk organisasi Anda.