Meningkatkan Kapabilitas Guru dan Tenaga Pendidikan: Refleksi dan Motivasi dalam Mengajar
Pada tanggal 29 Juni 2024, SMK Telkom Purwokerto menyelenggarakan acara bertema “Peningkatan Kapabilitas Guru dan Tenaga Pendidikan”. Acara ini menghadirkan Coach Ryan Martian sebagai pembicara, yang membagikan wawasan mendalam tentang motivasi dan tujuan dalam mengajar. Acara ini tidak hanya menjadi wadah refleksi bagi para guru, tetapi juga memberikan perspektif baru tentang bagaimana pendidik dapat menciptakan dampak positif bagi siswa dan diri mereka sendiri.
Motivasi Mengajar: Antara Materi, Prestasi, dan Valensi
Coach Ryan membuka sesi dengan pertanyaan mendasar: “Apa motivasi Bapak/Ibu dalam mengajar?” Pertanyaan ini mengundang refleksi dari para peserta. Beberapa guru mungkin mengajar untuk memenuhi kebutuhan materi, seperti mendapatkan gaji di akhir bulan. Ada juga yang termotivasi oleh keinginan untuk naik pangkat atau jabatan. Namun, Coach Ryan menekankan bahwa motivasi tertinggi dalam mengajar seharusnya adalah valensi — keinginan untuk melihat siswa tumbuh menjadi pribadi yang sukses, bermanfaat bagi keluarga, dan berkontribusi bagi nusa dan bangsa.
Coach Ryan menjelaskan bahwa meskipun materi, prestasi, dan valensi adalah tiga hal yang berbeda, ketiganya saling terkait. Mengejar valensi dan prestasi justru akan membawa materi datang dengan sendirinya. “Materi itu akan mengejar kita, bukan kita yang mengejar materi,” ujarnya. Hal ini didukung oleh banyak fakta bahwa fokus pada tujuan yang lebih besar akan membawa hasil yang lebih bermakna dalam hidup.
Mengelola Emosi dan Beban Hidup
Selain membahas motivasi, Coach Ryan juga menyentuh aspek emosional dalam kehidupan seorang pendidik. Dia mengajak peserta untuk merefleksikan beban hidup yang mungkin membebani mereka, seperti kekhawatiran, ketakutan, trauma, kekecewaan, atau kemarahan. Dengan teknik sederhana, Ryan memandu peserta untuk menghadirkan kembali momen-momen tersebut, mengidentifikasi kapan, di mana, dan siapa yang terlibat, serta bagaimana perasaan mereka saat itu.
Refleksi ini penting karena sebagai pendidik, guru harus mampu mengelola emosi mereka sendiri sebelum membantu siswa mengelola emosi mereka. Terlebih lagi, siswa SMK yang dihadapi para guru berada pada fase dewasa awal (usia 15-17 tahun), di mana mereka sedang belajar mengelola berbagai emosi, seperti sedih, senang, dan lainnya.
Pendidikan sebagai Proses Membentuk Karakter
Coach Ryan menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya tentang transfer pengetahuan, tetapi juga tentang membentuk karakter dan emosi siswa. Guru memiliki peran penting dalam membantu siswa memahami dan mengelola emosi mereka. Hal ini menjadi tantangan tersendiri, terutama ketika menghadapi siswa yang mungkin tertutup atau sulit menerima nasihat.
Namun, Coach Ryan mengingatkan bahwa kesabaran dan keteladanan adalah kunci. “Anak-anak sedang belajar, dan kita sebagai guru harus menjadi contoh bagaimana mengelola emosi dengan baik,” ujarnya. Dengan demikian, guru tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga mentor dan panutan bagi siswa.
Kesimpulan: Menjadi Guru yang Berdampak
Acara ini diakhiri dengan pesan kuat bahwa meningkatkan kapabilitas guru tidak hanya tentang meningkatkan keterampilan teknis, tetapi juga tentang memperdalam motivasi dan kemampuan mengelola emosi. Ryan Martian mengajak para guru untuk terus mengejar valensi dalam mengajar, karena dengan fokus pada tujuan yang lebih besar, mereka akan menciptakan dampak yang lebih luas bagi siswa, keluarga, dan bangsa.
Dengan refleksi dan motivasi yang tepat, guru dapat menjadi agen perubahan yang membawa generasi muda menuju kesuksesan dan kemanfaatan. Acara ini tidak hanya memberikan inspirasi, tetapi juga menguatkan komitmen para guru SMK Telkom Purwokerto untuk terus berkontribusi dalam dunia pendidikan.